Monday 19 December 2016

SEJARAH PENATAAN MEJA



 SEJARAH PENATAAN MEJA
Untuk membahas lebih lanjut tentang sejarah perkembangan peralatan meja makan ini tidaklah memungkinkan untuk dibahas dalam bab ini. Untuk ini maka selanjutnya hanya akan dibahas bagian bagian yang penting dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan penataan meja makan.
1.                  Seabad sebelum Masehi : Suku Batavir
Sekitar tahun 70 sebelum Masehi, seperti yang diungkapkan oleh J.W.F. Werumeus dalam bukunya Buning's Culinaire, dijaman Romawi Kuno telah dinikmati hidangan dalam pesta pesta akbar keagamaan yang menghidangkan aneka macam makanan. Nanum disamping itu masih ada suku bangsa Romawi yang lain yang menghidangkan roti tawar kasar, bubur tepung dengan sayuran, keju dan daging kambing serta daging babi. Hidangan hidangan ini walaupun sudah berumur lebih dari 20 abad akan tetapi hingga saat ini masih disajikan dan disenangi oleh masyarakat umum.
Dari arsip para pendeta diketahui bahwa Lentulus, seorang pendeta, telah menyajikan kepada tamunya hidangan hidangan yang mendapatkan sambutan yang sangat baik.
Sebagai umpan tekak (hidangan pembuka) adalah tikus laut, kerang laut dengan asparagus, ayam, dan hidangan dari ikan laut.
Hidangan ini dapat disamakan dengan hors d'oeuvre vari鳦#060;/i> yang dikenal dalam penyusunan menu masa kini, tentunya dengan segala kekurangannya apabila dibandingkan dengan yang kita kenal sekarang dalam ilmu tata hidangan. Terdapat tiga macam hidangan pada saat itu.
a.                  Sebagai hidangan pertama : hidangan dari daging iga rusa dan babi hutan, paté ayam dan bekicot.
b.                 Sebagai hidangan utama : tete babi, kepala babi hutan besar yang diasap, aneka hidangan ikan, bebek panggang, kelinci panggang, dan aneka hidangan unggas.
c.                  Sebagai hidangan penutup : aneka bubur, aneka buah dan berbagai macam kue kecil.
Sudah barang tentu ada pemisah sosial yang sangat besar antara mereka yang kaya dan yang menganggap dirinya mempunyai peradaban yang tinggi dan gaya hidup Romawi mewah dengan mereka yang miskin, yang menelusuri tepian sungai Rijn yang diberi nama Bathouwen. Mereka yang tinggal didaerah ini telah dapat menikmati berbagai macam makanan karena suburnya daerah ini dan pergantian hidangan bukanlah sesuatu yang sulit. Mereka yang tinggal didaerah ini dapat memilih berbagai macam daging hasil buruan (F: gibier, E: wild); seperti kijang, rusa, kelinci sedangkan daging kodok dimasa itu dianggap sebagai hidangan yang sangat lezat. Sendok dan garpu masih merupakan peralatan yang sangat langka, namun gigi yang kuat merupakan penggantinya. Kaum wanita Bataviria senang mengumpulkan barang barang pecah belah dan menyimpan banyak busana yang dianggapnya sebagai suatu yang akan mengangkat harga dirinya, seperti yang diungkapkan oleh Tacitus seorang penulis Romawi Kuno: "Mereka tampak cantik dan manis, tidak lentur oleh kesibukan mempersiapkan hidangan". Penampilannya sangat khas, dengan rambut yang terurai dibelakang punggungnya atau kadang-kadang diikatnya dengan perhiasan rambut yang terbuat dari kuningan dan diatas kepalanya terdapat dua buah tanduk, serta giwang yang memperindah penampilannya. Mereka biasanya memasak diluar rumahnya apabila cuaca baik, dan bila hujan deras maka mereka akan memasak didalam rumah. Rumah mereka yang berbentuk gubuk yang mempunyai lubang pada atapnya yang tetap tercermin pada bangunan-bangunan rumah rakyat di Eropa Barat hingga abad ke IX. Lubang diatap ini ditemui juga pada rumah rumah suku Franken, Sakse dan Fris. Dari masa ini sudah dikenal tata cara yang harus di-patuhi oleh para tamu yang diundang. Sering terjadi bahwa para tamu membawa senjata senjata mereka apabila diundang untuk bersantap. Tidaklah mengherankan apabila setelah meneguk bersantap dan meneguk minuman dalam keadaan mabuk mereka bertempur satu dengan yang lainnya. Dijaman Yunani Kuno sudah ada ketentuan yang tidak tertulis tentang siapa yang akan duduk dikepala meja yang umumnya dilakukan dengan cara mengundi. Dari masa ini sudah dipraktikan oleh suku bangsa Fries, Saksen dan Anglo apabila diselengggarakan suatu pesta atau perjamuan akan ditunjuk orang yang harus bertanggung jawab atas kelancaran jalannya pesta tersebut dan terbaginya hidangan diantara para tamu dengan suatu cara yang telah ditetapkan disamping ini mereka juga harus mengawasi sikap dari para tamu. Orang Fries menyebutnya dengan "zedeward" yang berarti penanggung jawab akhlak. Ungkapan ini akhirnya berubah dalam percakapan sehari-hari dengan "Siward". Ketika orang orang Fries, Anglo dan Saksen menuju ke Britania untuk membantu orang Britania melawan Skotlandia, kemudian menetap disana dan memberi nama daerah "baru"nya dengan Angeland; yang kemudian menjadi England, demikian pula istilah "Siward" berubah menjadi "Steward". Seorang stewardess yang sedang melayani para penumpang antara London dan Jakarta diudara atau steward dihotel yang mempersiapkan barang barang keperluan Tata Hidangan dan Tata Boga mungkin tidak menyadari bahwa tugas yang dijalankannya dimasa modern ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
2.                  Abad Pertengahan ( 476-1492 M.)
Dipandang dari sudut sejarah maka abad pertengahan ini merupakan penghubung antara masa kuno dengan masa baru. Peradaban abad pertengahan ini sangat dipengaruhi oleh kehidupan dalam biara.
Penanaman pokok buah anggur diselamatkan oleh para biarawan. Salah satu ayat dalam Kitab Injil mengatakan: "Pergilah dan bersantaplah dengan nikmat, minumlah anggurmu, karena Tuhan memberkatinya dalam karyamu".
Tata Boga di biara-biara abad pertengahan dan juga dirumah rumah rakyat biasa sudah terbiasa dengan menghidangkan aneka macam makanan; apalagi di-istana istana raja dan para pangeran serta orang orang kaya dimasa ini, meja makan terisi penuh dengan hidangan seperti pada jaman Romawi. Diabad pertengahan ini pula maka seni memasak menemukan bentuknya dan mendapatkan perlindungan dari St.Fortunatus dan Karel Yang Agung.
Fortunatus yang dilahirkan tahu 530 di Tr趩se, sangat terpandang di Istana Meroving yang mana kemudian juga mempunyai pengaruh di Beieren, Rijnland, Negara-Negara Bagian Donau dan Norwegia, mematangkan masanya di Poitiers, karena disana St. Radegonde, yang pernah menjadi Raja Perancis, yang menguasai tata boga biara, bersama dengan St. Agnes. Mereka telah menobatkannya sebagai pujangga boga sebelum dia menjadi Uskup Poitiers dan meninggal tahun 609 dengan penuh keharuman. Semasa hidupnya tidak jarang ia menulis diatas pastry dan kuwe:
"Ditengah-tengah segala kelezatan makanan dan aneka santapan daging yang nyaman, aku kadang-kadang menggerutu, aku makan, kemudian aku menggerutu lagi; kadang-kadang aku membuka mulut dan kadang-kadang aku menutup mata, akan tetapi aku akan kembali menikmati apa yang aku suka.
Apabila ada orang yang tidak dapat menghargai atau memuja St. Fortunatus ini dan Epitres à “aint Radegonde, maka ia pasti akan memuja Karel Agung yang senantiasa sangat memperatikan penataan meja dan mutu hidangan yang akan disajikan. Dari catatan sejarah terbukti bahwa ia mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan dan membudidayakan berbagai macam tanaman yang akan dipergunakan untuk suatu penyajian. Dia juga yang membudidayakan kol dan keju Roquefort.
Dalam abad pertengahan ini pula hidangan hidangan disajikan seperti pada jamann Romawi Kuno, tentunya dengan gaya dan seni boga yang lazim untuk masa itu. Para bangsawan Bourgondia seperti Philips Yang Baik, Karel Yang Nakal kembali menikmati hidangan hidangan seperti Angsa yang dimasak dengan air mawar dan daun kemangi, ikan paus yang diasinkan, Tanduk Rusa-muda goreng dan Burung merak yang disajikan berikut dengan bulu-bulunya yang beraneka warna.
Walaupun biara dan istana para bangsawan itu terbuat dari batu bata atau tembok, dengan penataan ruangan yang indah, dijaman Karel Besar, namun kehidupan para pengawal kerajaan dan rakyat biasa hidup dirumah rumah yang reyot bahkan dapat dikatakan berbentuk gubuk yang kumuh. Dimasa ini orang masih belum mengenal penggunaan garpu. Untuk piring dipergunakan piring yang terbuat dari adonan tepung atau piring dimana hidangan akan diletakkan da akan dipotong dengan pisau yang dibawa sendiri oleh para tamunya. Para tamu akan makan dengan mempergunakan tangan, jari-jari yang kotor akan disekakan pada taplak meja sedangkan sisa sisa tulang dan makanan mereka lemparkan kelantai untuk di"nikmati" oleh anjing anjing yang berkeliaran diruang makan tersebut. Pada salah satu lukisan peninggalan masa ini (lihat ilustrasi) dapat dilihat bahwa seorang "pramusaji" tengah membawa setumpuk peralatan hidang yang terbungkus dengan kain. Ada dua kegunaan dari pada kain ini; yang pertama adalah untuk melindungi tangan dari panasnya peralatan, karena pada masa itu peralatan hidangan kebanyaka terbuat dari bahan logam. Yang kedua adalah untuk mempermudah "pengangkutan" hidangan itu sendiri, agar tidak goyang. Di Indonesia cara seperti ini sudah dikenal sejak jaman kerajaan kerajaan tua, yaitu "tenong", yang mana bentuknya jauh lebih artistik dan berseni karena terbuat dari daun lontar atau bambu yang di-anyam. Pada abad ke XV ini kerajaan Bourgundy sangat berpengaruh dan dari sinilah mulai berawalnya etika di meja makan dan struktur organisasi yang kita kenal sekarang direstoran.
Setiap orang dalam penyelenggaraan suatu andrawwina mempunyai tugas dan kewajiban yang telah ditentukan, bahkan dinyatakan dengan suatu Undang-Undang. Seorang Kepala Juru Boga (E: Chief Cook; F: Chef de Cuisine) akan duduk ditempat yang agak tinggi didapurnya dan memberikan perintah apa yang harus dilakukan oleh para juru boga. Dia hanya akan meninggalkan dapurnya apabila ada hidangan khusus yang akan disajikan kepada para tamu. Dia sendiri akan membawa hidangan yang telah dipersiapkannya dengan seksama untuk diperlihatkan kepada "tuannya" dan para tamu. Disamping Kepala Juru Boga ini juga akan tampil dalam andrawina ini para Juru Bakar (E: The Grill Master; F: Le Hauteurs); Juru Sup (E: Soup Master; F: Le Potagiers) dan sudah barang tentu Kepala Pramusaji (E: The Head Waiter; F: Le M⩴res d'H䥬) disamping itu masih ada beberapa orang yang lain yang mempunyai tugas khusus untuk membagi roti dan anggur, yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari para "pramusaji". Hal ini disebabkan karena ada pengaruh agama yang masuk dalam tata cara penghidangan dimasa itu, mereka ada Juru Penuang (E: Wine Butler; F: Le Sommelier).
Walaupun adanya pengaruh agama dan adanya dalam tata cara pelayanan maupun penghidangan pada masa itu, namun kebiasaan makan dari jaman dulu belumlah seluruhnya dapat di-tinggalkan oleh para tamu.
Garpu masih jarang dipergunakan dan umumnya hanya akan dipergunakan untuk memindahkan daging yang telah terpotong keatas piring. Piring dari tembikar juga belum begitu dikenal dan dipergunakan; yang dipergunakan adalah piring dari emas atau timah untuk pesta pesta yang besar. Sedangkan umumnya dipergunakan sebilah papan berbentuk bulak atau persegi yang berfungsi sebagai piring. Suatu hal yang juga menonjol dari masa ini adalah taplak meja yang dipergunakan menggantung pada pinggirian meja sampai menutupi lutut para tamu yang duduk, dan pada taplak meja inilah semua tamu akan menyeka tangannya. Awal dari dipergunakannya "serbet"!
Hidangan yang umum disajikan pada masa itu adalah hidangan panggang hasil buruan (E: The Main course of Game; F: Relev頤e Gibier), hidangan ikan (E: Main Course of Fish; F: Relev頤e Poisson), hidangan sayuran (E: Vegetable Dish; F: Relev頤e Legumes), roti (E: Bread; F: Le Pain) dan terutama pastel (E: Paste; F: Pat馣060;/i>). Patel pastel ini mendapatkan perhatian khusus dari para juru boga. Tidak jarang ditemui ukuran pastel yang normal untuk masa itu yang harus ditarik oleh 12 (dua belas) ekor kuda untuk diarak keliling kota sebelum disajikan dimeja makan. Bagaimana rasa dari pastel ini tidak pernah diungkapkan dalam sejarah boga. Disamping pastel raksasa ini juga dibuat pastel dalam bentuk yang lebih kecil akan tetapi dengan seni bangun yang tinggi, seperti sebuah benteng atau puri. Tidaklah banyak berbeda dengan bentuk kue pengantin dimasa sekarang yang banyak mempunyai ornamen ornamen yang sulit. Berkeliarannya anjing anjing disekeliling meja pada masa itu merupakan suatu hal yang bergengsi. Para undangan dan tamu gemar sekali menikmati minuman, sehingga tidaklah mengherankan apabila setelah suatu andrawina berlangsung mereka tersungkur dibawah meja dalam keadaan mabuk.
3.                  Abad Keemasan
Apabila memasuki ruangan andrawina diabad keemasan ini (Abad XVII) maka pandangan pertama akan tertuju pada meja yang terletak ditengah ruangan. Sebenarnya bukanlah sebuah meja akan tetapi sebuah papan lepasan yang dilukis, ditunjang oleh beberapa kaki yang mana diatasnya tertata senjata senjata, lambang dan panji-panji serta tidak jarang akan ditemui gambar gambar cuplikan dari Kitab Suci. Ada sesuatu yang janggal, bahwa papan ini tidak pernah dipergunakan sebagai daun meja dan hanya dipakai sebagai meja pajangan. Apabila akan diselenggarakan andrawina maka daun meja ini akan diganti dengan papan biasa yang akan dipergunakan sebagai meja makan. Dimusim panas, apabila tungku api pemanas sudah tidak dipergunakan lagi, maka daun meja yang terlukis ini dipajang diruang tengah sebagai hiasan. Bentuk daun meja ini tidak selalu harus bulat atau persegi, sering juga terdapat daun meja berbentuk tapal kuda atau siku. Taplak meja yang ditebarkan diatasnya terdiri dari dua jenis yaitu yang taplak dasar dan taplak meja yang nantinya akan berfungsi juga sebagai serbet tangan maupun serbet mulut (E: The Servette; F: Le Serviettes), Istilah ini sudah dipergnakan dalam abad ke XIII dan tetap dipergunakan hingga abad ke XVIII. Taplak meja dasar biasanya tergantung sampai dilantai sedangkan taplak meja yang kedua tergantung sampai dilutut disebut juga; doublet akan menjadi penutup sendok, pisau dan teljor sampai tibanya para tamu. Teljor yang juga disebut tailjor, telloren, teljoer atau taljoer adalah piring ikan sedangkan piring makan dan piring penghidang dimasa itu dinamakannya Platel dan tempat saus disebut sauci벦#060;/i> yang biasanya dibuat dari emas, perak atau timah dan hanya kadang kadang dari tembikar.
Pisau dengan genggam dari perak atau emas dan kadang kadang dari tembikar halus harus ditata dengan ujung tajamnya menghadap ke tamu. Sendok, dimasa itu umumnya terbuat dari kayu atau timah dan kadang-kadang dari perak dipergunakan khusus untuk sup atau menyedok saus.
Untuk setiap, atau kadang kadang setiap dua tamu disediakan sebauah cawan yang disebut Gelte yang akan dipergunakan untuk membasuh tangan sebelum mereka akan bersantap. Sudah mulai dipergunakan serbet makan yang disebutnya servietten. Serbet ini dipergunakannya untuk menyeka tangannya setelah mebasuh tangan. Pada kesempatan andrawina yang lebih sederhana maka becke diletakkan diatas dressoir yaitu lemari tempat menyimpan barang barang keperluan sehari-hari. Setelah para tamu membasuh tangannya mereka akan mengambil tempat pada bangku yang telah tersedia. Bangku bangku ini kemudian digantikan dengan kursi makan yang dikenal sekarang ini. Juru boga akan membagikan roti kemudian dia akan menempatkan tempat garam diujung meja dimana seorang Joncker snidene duduk. Orang ini bertugas untuk memotong dan mebagikan hidangan daging, ayam dan daging hasil buruan yang dipanggang. Petugas yang ditugaskan untuk ini harus benar benar seorang yang ahli dalam hal memotong dan membagi hidangan. Tugas ini hanya diberikan kepada turunan kaum bangsawan yang sudah mahir dan terbiasa dengan cara cara memotong dan membagikan daging.
Hidangan diabad ke XVIII ini terdiri dari dua bagian; yaitu hidangan awal dan hidangan akhir. Hidangan pertama yang disajikan diatas meja umumnya adalah semacam salad. Salad ini kadang kadang disajikan dalam bentuk yang menyerupai sup yang kental dan disebut pottagie. Dari beberapa tulisan peninggalan sejarah diketahui bahwa salad pada masa itu terdiri dari berbagai macam rempah rempah yang diramu dengan bunga-bunga, jeruk, wortel, ketimun atau buah buahan, apabila hidangan kedua terdiri dari ikan maka salad yang akan disajikan terdiri dari ercis dan telur rebus.
Sesuai dengan hukum tata cara makan dimasa itu, maka pottagies harus mendahului hidangan hidangan dari ayam dan daging. Apabila hidangan kedua terbuat dari ikan, maka salad dengan telur dan ercis harus disajikan sebelumnya. Kepala Pramusaji dimasa itu bertugas untuk menata semua hidangan yang disajikan diatas meja dan menghiasinya dengan daun-daun dan bungan bunga, untuk dapat memberikan kesan yang menarik. Hidangan hidangan yang umum disajikan diabad ke XVIII ini terdiri dari kaki babi, domba, tidak jarang pula disajikan anak babi panggang atau babi hutan. Mereka yang kurang mampu cukup harus puas dengan menyediakan semacam sosis atau pastel yang di-isi dengan hati angsa.
Hidangan hidangan dari unggas liar yang biasanya disajikan setelah hidangan dari ikan disajikan dalam bentuk yang sangat indah dan tidak kalah dengan hidangan dari hasil buruan yang disajikan dengan saus yang manis. Burung Merak sering dipergunakan sebagai hidangan utama karena bulu-bulunya yang memperindah bentuk hidangan yang akan disajikan, disamping rasa dangingnya yang nikmat. Apabila hidangan hidangan ini tidak dapat diperolehnya dalam bentuk yang segar, maka akan dipergunakan daging burung yang sudah diawetkan.
Hidangan ikan yang disajikan dimasa itu sudahlah banyak yang tinggal kenangan, karena beberapa jenis ikan sudah punah seperti flote, geerfish, meyfish dan masih banyak yang lainnya.
Beraneka rasa saus sudah disajikan pada masa itu, khususnya yang mendampingi hidangan hidangan dari ikan. Tidaklah mengherankan apabila didaerah Bourgogne dimasa itu sudah ada ahli saus yang disebut sauchons, yang mempunyai tugas khusus untuk menciptakan saus yang harus mendapingi setiap hidangan yang akan disajikan kepada para bangsawan.
Setelah hidangan awal disajikan dan becke serta dwael sudah diedarkan kembali diantara para tamu untuk membasuh tangan dan menyeka mulut, maka bagian kedua dari penyajian akan dihidangkan yaitu hidangan akhir. Minuman yang disajikan berganti pula.
Hidangan akhir ini terdiri dari berbagai macam gorengan unggas kecil, daging domba dsb. Hidangan penutup dimasa itu terdiri dari adonan yang terbuat dari telur, tepung, kayu manis, susu, mentega, gula dan kadang kadang dicampur dengan buah buahan seperti apel. Marsipan juga merupakan hidangan penutup dimasa itu. Sejak masa itu sudah dikenal roti marsipan, yang kini hanya disajikan pada masa Natal dan Paskah. Menurut berapa nara sumber asal kata marzipan ini adalah dari Roti Santo Markus (Saint Marci pain) yang disajikan pada tanggal 25 April di kota Erfurth (Thn) untuk memperingati masa kelaparan yang terjadi ditahun 1438, yaitu roti yang diisi dengan kacang amandel. Ada pula yang mengatakan berasal dari bahasa Italy; marzapani yang berarti roti amandel yang ditekan dan tertutup.
Dan setelah semua hidangan ini disajikan maka sebagai hidangan yang akan menutup seluruh rangkaian penyajian hidangan yang "nikmat" ini disajikan blanc manger; yaitu sejenis poding dan dilanjutkan dengan penyajian berbagai buah buahan serta keju. Apabila hidangan utama terdiri dari ikan maka penyajian hidangan penutup akan dilanjutkan dengan penyajian dari aneka kacang-kacangan dan minuman terakhir.
4.                  Kebiasan Penghidangan di Abad XVIII.
Seni Penghidangan dan Ketatasajian diabad ke XVIII ini sangat dipengaruhi oleh Tata Boga Klasik Perancis. Para juru boga dimasa ini berjuang untuk dapat menampilkan yang terbaik dan melawan semua adat kebiasaan abad pertengahan yang ada diboga masa itu. Sedangkan rakyat Perancis sendiri mulai bangkit dan melawan kebiasaan dan hukum yang bersumber dari abad pertengahan yang sangat menyengsarakan rakyat Perancis. Rakyat biasa di-masa ini, masih mempergunakan tangan untuk menikmati makanannya. Garpu hanya dipergunakan oleh mereka yang lebih "berbudaya" di-masa itu. Dalam "Hollandsche Spectator" tertanggal 20 Maret 1733 memuat catatan dari seorang bangsawan yang menegur anaknya yang pernah belajar di Perancis: "Dimanakah sebenarnya kau belajar menikmati makanan dengan mempergunakan garpu dan kelihatannya kau begitu mahir mempergunakannya. "Baiklah kau tetap dengan tata cara kebangsawananmu yang baru ini, akan tetapi saya sudah terlalu tua untuk mengubah adat kebiasaan dan saya tidak pernah mendapatkan tata cara makan seperti ini". Pada akhir abad ke XVIII barulah garpu mendapatkan "pengakuan" tempatnya dimeja makan. Pengembangan penataan meja di Perancis sangatlah dipengaruhi oleh Antoine Carê­¥ (1784-1883) dan Jean Anthelme Brillat Savarin (1755-1826). Kedua-duanya adalah ahli boga dijamannya yang mana hingga kini, seluruh ketata-bogaan dunia bertitik tolak dari hasil karya mereka ini.
Sebelumnya semua hidangan diletakkan di-atas meja, yang mana menyebabkan dinginnya hidangan yang disajikan. Namun setelah Antoine Carê­¥, penghidangan di-ubah. Hidangan disajikan berdasarkan urutan penyajiannya , namun piranti hidang yang dipergunakan saat itu belumlah selengkap seperti sekarang ini.
Jaman berganti dan kebiasaan penataan mejapun mengikuti derap perkembangan jaman, namun dasar penataan meja makan yang serasi bertitik tolak dari awal pertengahan abad ke XIX dengan Biedermeier Romatieknya, dengan keanggunan dari jaman abad ke XVIII disamping garis kelurusan dan ketegakkan penataan meja itu sendiri berawal dari jaman kerajaan sebelumnya. Surut bersama waktu, "kekacauan" dalam penataan meja dan penghidangan akhirnya setelah seabad berlalu, mempeoleh bentuknya seperti yag kita kenal sekarang. Orang tidak akan makan lagi dari satu tempat seperti dijaman abad ke-emasan ataupun minum dari satu cawan besar. Pada awal abad ini mulailah dikenal Saksisch porcelain , lena yang dipergunakan adalah damast yang sangat terkenal dari Belgia, gelas kristal dari Copier di Perancis serta peralatan hidang yang menawan dari Inggris yang semuanya ini menjadi penghias dan memperindah suasana dimeja makan masa kini.
Sebenarnya perlengkapan dan peralatan yang diperlukan untuk menata meja yang apik dan serasi ini dapat dikombinasikan dengan peralatan dan piranti yang diciptakan oleh para pandai emas dan perak di Indonesia ini. Sayangnya bahwa hanys sedikit sekali hotel dan restoran di Indonesia ini mempergunakan perlatan dan piranti di meja makan ini dari kerajinan Perak Jogjakarta, Kendari ataupun kerajinan emas dari Makassar (Ujung Pandang)

3 comments:

  1. Itu ya lumayan jelas sejarah penataan makan dan napkin

    ReplyDelete
  2. Kalo lebih banyak ya harus dirangkum jangan ditulis semua

    ReplyDelete
  3. Kalo GK banyak nanti GK tau semua

    ReplyDelete